Usulan Jabatan Gubernur Dihapus Dinilai Tidak Masuk Akal

Gedung Sate Kantor Gubernur Jawa Barat
Gedung Sate, Kantor Gubernur Jawa Barat (Antara)

JAKARTA, KABARDEWAN.COM — Pakar Otonomi Daerah, Djoehermansyah Djohan, mengkritik usulan jabatan gubernur dihapus. Ia menilai usulan itu tidak masuk akal.

Wacana penghapusan jabatan gubernur dilontarkan Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Salah satu alasannya, selama ini fungsi gubernur hanya menjadi perwakilan pemerintah pusat. Di sisi lain, kebutuhan anggarannya cukup besar.

Menurut Cak Imin, suara gubernur juga nyaris tak pernah didengar oleh kepala daerah di tingkat kabupaten/kota. Sebab, mereka merasa kedudukannya sama. Sama-sama dipilih rakyat melalui pemilihan langsung. Para bupati/wali kota lebih senang dipanggil dan mendengar perintah menteri.

Karena itu, Muhaimin menilai posisi gubernur menjadi tidak efektif. Jika hanya sebagai perwakilan, sifatnya administrator. Nah, kalau fungsinya sebatas administrator, maka tak perlu dipilih langsung. “Dengan demikian, tidak perlu ada jabatan gubernur,” paparnya.

Tidak Masuk Akal

Djoehermansyah menilai usulan itu tidak masuk akal mengingat gubernur berperan penting sebagai perantara pemerintah pusat dalam mengawasi dan membina para bupati dan wali kota.

“Ini kalau dihapus, kontrolnya jadi langsung. Apa kuat? Apa sanggup? Satu pemerintah pusat di Jakarta mengawasi 508 daerah otonom kabupaten/kota? Itu enggak make sense, enggak masuk akal,” kata Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini kepada Narasi TV, Selasa (31/1/2023).

Djohan mengatakan, fungsi dan jabatan gubernur tertuang dalam konstitusi UUD 1945. Untuk itu penghapusan mesti melalui amandemen UUD 1945 dan dicermati secara hati-hati.

“Jadi kita patut menduga-duga apakah ini ada alasan yang jujur atau ada sentimen di balik gagasan ini. Itu ada banyak spekulasi lah. Tapi pesan saya, kita hati-hati dalam bikin kebijakan, jangan main hapus, main ubah, ingat ini kebutuhannya kompleks.” katanya.

Gubernur Tak Dipilih Langsung

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Yanuar Prihatin, mengatakan konteks pernyataan Muhaimin Iskandar tertuju pada mekanisme pemilihan gubernur agar tidak perlu dipilih langsung.

Ia mengatakan apa yang disampaikan Muhaimin telah beberapa kali didiskusikan dalam rapat internal partai maupun rapat komisi II DPR RI.

“Keresahan ketua umum PKB adalah lebih pada tahapan awal yakni meninjau ulang proses pemilihan gubernur yang langsung dan mencari alternatif lain,” kata Yanuar.

Yanuar menilai pilgub langsung yang panjang dan memberatkan tidak sepadan dengan fungsi gubernur yang hanya kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.

Apalagi dengan beban pragmatisme dalam pemilu, pemangkasan pilgub dalam pilkada dapat menjadi cara mengurangi ongkos pemilu.

“Harus ditinjau ulang karena gubernur itu sebagai wakil pemerintah pusat. Gubernur bukan merupakan daerah otonom, sebab otonom terletak di pemerintahan kabupaten/kota, bukan di provinsi,” katanya.

Yanuar mengatakan gubernur difungsikan sebagai penyambung pemerintah pusat, bukan sebagai pelaksana pembangunan atau fungsi otonom seperti tugas bupati/walikota di tingkat kabupaten/kota.

Sehingga, wewenang gubernur pun cenderung terbatas dalam urusan administrasi dan koordinasi dari pemerintah pusat ke kabupaten/ kota.

Dengan fungsi yang terbatas, Yanuar menilai pemilihan gubernur tidak harus dilakukan secara langsung. “Sehingga ya ngapain juga gubernur dipilih rakyat kalau kewenangannya memang terbatas,” katanya. (KD2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *